Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘dongeng’ Category

Di sebuah hutan yang lebat, hiduplah seekor kelinci beserta induknya. Tiap hari, mereka berdua mencari makan dihutan bersama-sama. Makanan mereka adalah sayur-sayuran, terutama wortel yang segar. Sang kelinci sangat menyayangi induknya. Jika sang induk sakit, maka sang kelincilah yang selalu mencarikan makan untuk induknya.

Pada suatu pagi yang cerah, seperti biasa, sang induk mengajak si kelinci mencari makanan bersama-sama. “Anakku, hari ini ibu ingin sekali makan wortel. Bukankah sudah lama sekali kita tidak makan wortel segar? Tiap hari hanya rumput-rumput liar.maukah kau menemani ibu mencari wortel segar untuk makan kita pagi ini anakku?” kata sang induk. “tentu saja ibu, dengan senang hati aku mau menemani ibu mencari wortel segar. Aku juga ingin sekali makan wortel segar hari ini.” Jawab si kelinci dengan wajah berseri-seri. “ baiklah, ayo sekarang kita berangkat!” kata sang induk bersemangat. “tapi bu, kemana kita akan pergi mencarinya? Bukankah disekitar sini sulit mencari wortel itu?” tanya si kelinci. “em, bagaimana kalau kita coba ke arah barat?bukankah disana biasanya banyak tumbuh wortel?” kata sang induk. “baiklah, ayo kita berangkat sekarang. Aku sudah lapar bu.” Kata kelinci dengan riang. Lalu, sang induk dan si kelinci menuju ke arah barat untuk mencari wortel segar sebagai makanan mereka pada hari itu.

Mereka berlari dengan riang. Kicau- kicau burung menambah suasana riang di pagi yang cerah itu.menaiki gundukan-gundukan tanah, menuruni tanah-tanah yang cekung, dan sesekali tertawa riang gembira. Setelah berlari cukup jauh, akhirnya terlihatlah di suatu tempat babarapa tanaman wortel yang tumbuh subur. “Ibu, lihat itu.” Seru si kelinci sambil menunjuk ke arah tanaman wortel. “Wah, iya. Ayo kita kesana!” seru sang induk seraya berlari menuju ke arah tanaman wortel.  Si kelincipun berlari mengikuti induknya.

“Wah, ini pasti wortel yang segar.” Kata sang induk. Matanya berbinar-binar penu kegembiraan. “Ayo bu, kita gali tanahnya sekarang.” Ajak si kelinci dengan riang. “ ayo, kau yang sebelah sini, ibu yang sebelah sana, yang dekat pohon besar itu.” Kata sang induk sambil menunjuk ke arah tanaman wortel yang lain, yang tumbuh subur di sekitar pohon besar. “ Oke!” kata sang kelinci sambil mengedipkan satu matanya. Lalu sang induk pun bergegas menuju ke arah pohon besar.

Mereka terlihat sangat beresemangat menggali tanah yang menutupi buah-buahan wortel yang segar itu. Kaki-kaki mereka mengais-ngais tanah sambil bernyanyi-nyanyi dengan riang. “saat pagi tlah tiba, saat sarapan tiba. Makan wortel yang segar, membuat tubuhku kuat.” Tiba-tiba si kelinci berseru, “ibu, lihat, aku dapat satu!” senyumnya lebar dan matanya berbinar-binar. “bagus, ibu juga dapat satu.” Seru ibunya sambil mengacungkan wortel segar berwarna merah.

Namun tiba-tiba, dari arah pohon besar terdengar sura yang sangat mengejutkan. “Ggrrrr……!!! Ggrrr…!!!” sang induk terlonjak kaget lalu berlari ke arah anaknya. “anakku, apakah kau mendengar sesuatu?” tanya sang induk dengan berbisik.

“GGGgggrrrrrrrr………!!!!” Tiba-tiba muncullah seekor musang dengan matanya yang merah menakutkan. Air liurnya menetes-netes ke bawah. Kuku-kukunya tajam dan kotor, siap menerkam kelinci dan induknya. Kemudian si kelinci dan induknya lari terbirit-birit menjauhi musang. Musang pun berlari mengejar mereka. Si kelinci dan induknya berlari sekuat tenaga. Menaiki gundukan tanah, menuruni tanah yang cekung, berlari, dan terus berlari. “anakku, bagaimana kalau kuta berpencar saja.” Teriak sang induk sambil berlari. “tapi bu?” si kelinci terlihat sangat ketakutan. “sudahlah. Kalau kita berpencar, musang itu akan sulit menangkap kita. Tapi jika kita tetap bersama, kita akan mudah tertangkap.” Teriak sang induk. “baiklah.” Kata si kancil, semakin cemas. “nant kalau keadaan sudah aman, kita bertemu kembali di rumah ya!” perintah sang induk. “ya, bu.” Kata si kelinci masih berlari. Lalu keduanya pun berpencar. Mereka berlari ke arah yang saling berlawanan.

Musang masih juga berlari mengejar keduanya. Namun, tiba-tiba musang berhenti. Ia bingung. Ia telah kehilangan jejak kedua kelinci tadi. Hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk berbelok ke suatu arah, yang ternyata itu adalah arah dimana sang induk tadi berbelok.

Si kelinci tetap berlari. Satu-dua kali ia menoleh ke belakang. Setelah merasa keadaan telah aman, kelinci pun memutuskan untuk berhenti berlari. Napasnya tersengal-sengal. Keringatnya menetes-netes ke tanah.

Ia teringat pada induknya. Hatinya cemas. Jangan-jangan sekarang ibunya dalam keadaan bahaya. Namun, teringat akan perkataan ibunya tadi, maka ia pun memutuskan untuk kembali kerumah. Ia akan menunggu induknya di rumah.

Sesampainya dirumah, ternyata sang induk belum kembali. Hati si kelinci pun was-was. Namun ia tetap berusaha untuk tenang. “Ya Allah, tolonglah aku, tolong selamatkanlah ibu dari musang yang jahat itu.” Si kelinci memanjatkan doa kepada Tuhan agar induknya selamat. Setelah beberapa lama kemudian, karena terlalu lelah, si kelinci pun tertidur.

Namun tidurnya tak berlangsung lama. Dia terbangun, kembali teringat induknya. Satu hari, dua hari, hingga tiga hari, induknya tak kunjung datang. Si kelinci semakin cemas. Lalu ia pun memutuskan akan mecari induknya….

Ia berjalan, dan terus barjalan. Langit begitu cerah, namun tak secerah hati si kalinci. Ia cemas, cemas memikirkan induknya yang telah tiga hari tak jua kembali. “ibu, kemanakah engkau? Aku cemas sekali ibu…” si kelinci pun menangis. Ia tak kuasa menahan air matanya. Ia sangat sedih. Ia begitu rindu pada induknya. Ingin rasanya ia memeluk induknya saat ini. “ibu,ibuu,ibuuu….hu…hu…hu…” si kelinci berhenti sejenak di bawah pohon mahoni yang rindang.

Krusek..krusek…krusek… ada suara di dekat si kalinci duduk. “tolong, tolong aku. Tolong aku kelinci…” si kelinci pun menoleh ke arah sumber suara. Ternyata itu adalah suara tikus kecil yang kakinya terjerat akar-akar pohon. “tolonglah aku. Kakiku tak bisa terlepas dari akar-akaran ini. Maukah kau menolongku?” kata si tikus. Lalu si kelinci beranjak dari duduknya, menghampiri si tikus. “baiklah, aku akan menolongmu.” Kemudian s kelinci mencoba melepaskan akar-akar yang menjerat si tikus.

Setelah beberapa lama kemudian, akhirnya si kelinci pun berhasil memotong beberapa akar yang menjerat si tikus. “wah, terima kasih banyak kelinci. Kau sngguh baik sekali. Kalau tak ada kau, aku pasti tak bisa pulang ke rumahku lagi. ”kata si tikus dengan tulus. “sudahlah, kata ibuku, kita harus saling membantu jika ada teman kita yang kesusahan.” Kata si kelinci. Namun, tiba-tiba si kelinci menangis tersedu-sedu. “hiks…hiks…hu…hu…huuuuu….!!!!” si tikus bingung. “kenapa kau menangis? Apakah kau ada masalah? Ceritakan padaku kelinci, siapa tahu aku bisa membantumu…” kata si tikus, tampak  iba melihat si kelinci menangis terisak-isak.

“Aku kehilangan ibuku tikus. Hu…hu…hu…” tangis kelinci. “hilang? Kenapa bisa hilang?” tanya si tikus. Lalu si kelinci pun menceritakan seluruh kejadian tadi kepada si tikus. Tikus pun mengangguk-angguk. “tunggu, tunggu. Bagaimana ciri-ciri ibumu? Apakah di kepalanya ada seperti bekas luka?” tanya si tikus tiba-tiba, seaakn ia mengingat-ingat sesuatu. “iya. Kau benar. Apa kau melihatnya?” tanya si kelinci. “ya,aku melihatnya berlari ke arah selatan. Saat itu aku sedang ada di rumahku. Aku melihatnya berlari sangat kencang. Namun jika dari sini, kau harus berjalan ke arah timur. Apa kau perlu bantuanku? Aku akan menemanimu kelinci.” Kata tikus panjang lebar. “tak perlu tikus. aku akan mencari ibuku sendiri saja. Aku sangat berterima kasih padamu atas pemberitahuanmu. Aku akan segera berangkat. Terima kasih tikus…” kata si kelinci, matanya berbinar-binar penuh harap. “baiklah kalau itu kemauanmu. Hati-hati di jalan ya. Aku akan berdoa semoga ibumu akan segera kau temukan.” Kata si tikus. “baiklah, sampai bertemu lagi ya.” Kata si kelinci sambil pergi berlari meninggalkan si tikus.

Dengan berjuta harapan, si kelinci berlari menuju ke arah utara seperti apa yang dikatakan oleh si tikus. ia sudah sangat rindu pada induknya. Namun di tengah jalan, ia mendengar suara cicitan burung pelatuk yang sepertinya sedang ketakutan. “cit…cit…cit…” di carinya sumber suara itu.

Dan ternyata suara itu berasal dari atas pohon di depannya. Diatasnya ada seekor anak burung pelatuk yang masih kecil sekali di dalam sarangnya. Dan tampaknya sarang burung itu akan terjatuh. Dan benar saja, selang beberapa waktu, sarang burung itu menukik jatuh. Namun dengan sigapnya, si kelinci itu menangkap anak burung pelatuk yang ikut terjatuh bersama sarangnya tadi. Dan… “cuit…cuit…cuit…terima kasih banyak kelinci. Kau telah menolongku.” Kata si anak pelatuk. Sambil tersenyum, si kelinci berkata “lain kali, kau harus berhati-hati ya.” Seraya menurunkan anak pelatuk dari gendongannya, si kelinci bertanya, “di mana ibumu?” Lalu si anak pelatuk menjawab, “ibu sedang mencari makan untukku.”

Seraya mengelus-elus kepala si anak pelatuk, si kelinci pun berpamitan, “oke pelatuk yang manis, aku akan pergi sekarang. Dan ingat, kau harus lebih berhati-hati, ya? Ibumu pasti sangat sedih jika kehilangan kau.” Dan tiba-tiba kembali teringat induknya, lalu menangis. “kenapa kau menangis?” tanya si anak pelatuk. “sudahlah, aku baik-baik saja kok. Salam ke ibumu ya, sampai jumpa…” kata si kelinci riang seraya mengusap air matanya dan kemudian berlari kembali ke utara.

* * * * *

Si kelinci kembali meneruskan perjalanan. Namun, matahari sudah mulai tenggelam di barat. Lalu si kelinci memutuskan untuk beristirahat sebentar, mencari semak-semak, dan kemudian tidur di atasnya.

Si kelinci tertidur sangat pulas. Hingga ia tidak menyadari bahwa hari sudah cerah. Kicauan burung-burung yang merdu bersahut-sahutan membangunkannya dari tidurnya. “wah, sudah siang. Aku harus segera meneruskan perjalanan.” Katanya.

Si kelinci sudah bergegas akan meninggalkan tempat itu. namun tiba-tiba, “mbeek…embek…embeeekk…” lalu si kelinci diam sejanak, dan menoleh ke arah suar itu. ternyata itu adalah suara rintihan dari seekor kambing yang kakinya berdarah-darah.

Si kelinci sangat terkejut. “kenapa kakimu, kambing?” tanya si kelinci. “kakiku tadi terluka. Saat aku mencari makan, aku terperosok ke dalam lubang. Untung aku bisa menyelamatkan diri. Namun, kakiku terluka… ” kata si kambing sambil merintih menahan sakit. “apa yang dapat aku lakukan untukmu kambing?” Tanya si kelinci. “kau seperti bukan berasal dari sini ya? Aku tak ernah melihatmu sebelumnya?” si kambing malah balik bertanya. “aku akan mencari ibuku yang sudah empat hari tak kembali.” Jawab si kelinci. “kalau begitu, kamu tak usah memperdulikanku. Keselamatan ibumu lebih penting. Pergilah!” perintah si kambing. “tapi kau juga harus sembuh, kau kesakitan seperti ini. Tunggu sebentar. Aku dulu juga pernah terluka sepertimu. Lalu waktu itu, ibuku menyembuhkan lukaku dengan menempelkan beberapa daun-daunan. Dan beberapa hari kemudian, aku sembuh.” Kata si kelinci. “baiklah, kau tunggu di sini ya, aku akan mencari daun-daunan itu untukmu.” Tambah si kelinci, lalu bergegas meninggalkan si kambing.

“Kau memang kelinci yang baik. Semoga kau bisa cepat bertemu dengan ibumu. Kasihan kau…” kata si kambing dalam hati.

Tak lama kemudian, si kelinci kembali mengambil beberapa lembar daun-daunan. Lalu ditempelkannya daun-daun itu ke atas luka pada kaki si kambing. “nah, sekarang kakimu sudah aku obati. Tunggu saja beberapa hari lagi. Mudah-mudahan luka itu akan cepat sembuh. Dan sekarang, aku akan kembali melanjutkan perjaalanan.” Kata si kelinci berlari pergi.

* * * * *

Si kelinci terus berjalan menuju ka arah utara. Terus, dan terus. Sudah tiga hari ia mencari induknya. Namun pencarian itu tak juga menbawa hasil. Si kelinci tetap tak menemukan induknya. Si kelinci hampir putus asa.

“ya Tuhan, untuk apa aku berulang kali menolong hewan-hewan disini, kalau ibuku tak juga bisa aku temukan?” si kelinci menggerutu sendiri. “Ah, aku jadi malas menolong hewan lain. Membuang waktuku saja!” sambungnya. Kini si kelinci bertekat tak akan menolong hewan-hewan yang kesulitan lagi.

Si kelinci berbaring di atas semak-semak belukar. Di pejamkannya matanya yang sayu. Tiba-tiba ia menangis. Ia sangat sedih memikirkan induknya yang pergi entah kemana. Lalu dari arah yang tak terlalu jauh terdengar suara minta tolong. “Tolong… tolong… TOLONG…!!!” si kelinci tresentak kaget. Seketika ia terbangun. Dan ternyata suara itu berasal dari seekor kancil yang terjebak jaring-jaring manusia.

“Hai kelinci, tolonglah aku…” teriak si kancil. “Ah, tidak! Aku tak mau menolongmu. Itu membuang waktuku saja. Aku sendiri kesulitan, tak ada yang mau menolongku.”  Kata si kelinci seraya membuang mukanya. “memangnya kau sedang ada masalah apa?” Tanya si kancil. “ibuku hilang karena dikejar musang. Aku tak tau dia sekarang dimana.” Kata si kelinci dengan sedih. “lantas, mengapa kau tak mau lagi menolong hewan yang butuh pertolongan?” tanya si kancil. “itu hanya akan membuang waktuku saja. Buktinya, sampai sekarang tak ada yang bisa menolongku.” Kata si kelinci agak marah.

“Hai kelinci! Apaibumu tak pernah berkata padamu untuk selalu menolong siapapun yang membutuhkan pertolonganmu?” tanya si kancil. “apa ibumu juga tak pernah mengatakan padamu untuk selalu ikhlas dan tak mengharapkan imbalan jika menolong siapapun?” tanya si kancil lagi, dan si kelinci tetap diam. “dan apa kau tak menyadari jika kau telah tidak ikhlas sudah menolong hewan-hewan itu?” tanya si kancil lagi. “apa kau tak sayang pada ibumu?” tanya si kancil lagi. “tentu saja aku sayang pada ibuku!” jawab  si kelinci marah. “kalau kau sayang pada ibumu, kau pasti mau mendengarkan segala nasihatnya.” Kata si kancil.

Si kelinci kembali menangis. “kau benar cil. Aku memang jahat. Seharusnya aku ikhlas menolong mereka. Dan seharusnya aku tak mengharapkan imbalan apa-apa dari mereka.” Si kancil manggut manggut. “Maafkan aku ya cil. Baiklah, sekarang aku akan menolongmu!” kata si kelinci. Lalu ia naik ke atas pohon. Digigitnya tali yang mengikat di jaring-jaring yang menjebak si kancil. Lalu, “Bruggg!!!” tali itupun terlepas. Dan si kancil terjatuh ke tanah. “trimakasih kelinci. Kau memang kelinci yang baik. Suatu saat kau pasti akan segera menolong ibumu. Bagaimana kalau kau aku temani mencari indukmu. Bukankah kau sudah menolongku?” tanya si kancil. “tak usah cil, aku ikhlas menolongmu. Biar aku cari sendiri saja ibuku. Sekarang aku akan melanjutkan perjalananku.” Kata si kelinci.

* * * * *

Si kelinci berjalan menuju ke utara. Ia bertekat kembali untuk mencari induknya. Di lewatinya semak-semak belukar, sambil terus mengucap doa agar ia segera menemukan induknya. Hujan pun turun dengan derasnya. Ia segera mencari tempat berlindung yang aman.

Petir menyambar-nyambar. Si kelinci sangat ketakutan. Ia kembali menangis. Ia teringat dengan induknya yang belum ia temukan. Lalu tiba-tiba ia kembali berlari dengan kencang menuju ke utara. Ia tak peduli dengan hujan yang turun dengan derasnya. Ia juga tak takut dengan petir yang menyambar-nyambar. Ia ingin segera menemukan ibunya.

Tiba-tiba terlihat didepannya sebuah lubang yang sangat besar seperti sebuah jurang yang tanahnya berjatuhan. “bruss!! Bruss!! Bruss!!” di dekatinya lubang raksasa itu. ternyata ada seekor gajah yang terperosok ke dalam lubang raksasa. Ia berusaha untuk keluar dari lubang itu, namun badannya yang besar hanya bisa merontokkan tanah di sekeliling lubang raksasa itu.

“Hai gajah, tunggu dulu. Biar aku coba untuk mengeluarkanmu dari situ.” Teriak si kelinci. Hujan masih turun dengan derasnya. Petir juga masih menyambar-nyambar. Si kelinci berusaha mengeruk tanah yang curam itu agar bisa menjadai lebih landai, sehingga si gajah bisa naik ke atas, dan selamat dari lubang raksasa itu.

Dan benar saja, tak lama kemudian, si kelinci menyelesaikan pekerjaannya. Tanah itu sudah landai. Dan kini si gajah bisa naik ke atas. “terima kasih kelinci yang baik. Kau  kita-harus saling menolong pada yang membutuhkan.” Kata kelinci. “Wah, ibumu memang beruntung, punya anak sebaik kamu.” Kata gajah. “baiklah gajah, hujan sudah reda. Aku akan melanjutkan perjalananku. Selamat bertemu kembali!” kata kelinci seraya berlari ke arah utara.

“baiklah, hati-hati di jalan ya…” kata gajah. “Eh, ngomong-ngomong, si kelinci tadi mau kemana ya? Kenapa aku tidak tanya padanya? Ah, dasar aku memang pelupa!” si gajah berbicara sendiri.

* * * * *

Hujan telah reda. Si kelinci berjalan menuju ke utara. Terlihat di depannya sebuah rawa yang luas. Di atas rawa itu, ada sebentuk pelangi yang sangat indah. Warnanya sangat indah. Si kelinci sangat senang melihat keindahan pelangi itu.

Pandangannya tertuju pada seberang rawa. Di atas pohon yang tumbang, seperti ada sosok putih bersih yang seukuran dengan tubuhnya sedang tertidur di atas pohon tumbang itu. di tajamkannya penglihatannya. Ia seperti tak asing dengan sosok putih itu. dan benar saja, sosok itu sangat mirip dengan induknya. Dan memang benar itu adalah induknya yang ia cari selama ini.

“Ibu… apakah itu ibu? Ya Tuhan, lalu bagaimana aku bisa melewati rawa ini? Rawa ini sangat dalam.” Si kelinci sangat bingung. Induk yang selama ini dicarinya ternyata ada di seberang rawa. Dan ia tak tau bagaimana harus menyeberangi rawa itu. sedangkan tubuhnya yang kecil tak mungkin kuat membawa batang pohon ke permukaan rawa itu agar bisa ia pergunakan untuk menyeberang.

Kelinci sangat bingung. Ia menagis lagi. Ia berpikir dengan keras. Ia harus segera menemukan cara untuk bisa menyeberangi rawa itu.

Tiba-tiba dari atas pohon terdengar suara memanggil namanya. “Hai kelinci. Kau kan kelinci yang pernah menolongku beberapa hari yang lalu.” Ternyata itu adalah suara burung pelatuk yang pernah ditolongnya saat ia akan terjatuh dari atas pohon. “Kau kenapa kelinci? Kenapa kau menangis?” tanya burung pelatuk. “Ibuku ada di seberang sana…” kata si kelinci seraya menunjuk ke arah si induk terbaring.

“O, itukah ibumu yang tempo hari hilang?” tanya anak pelatuk. “Ya, dan aku sekarang bingung bagaimana caranya agar aku bisa sampai kesana.” Kata si kelinci murung. “Tunggu sebentar. Aku akan mencoba menolongmu. Tunggu ya.” Lalu si anak pelatuk terbang ke arah timur.

Tak lama kemudian, ia datang bersama beberapa pelatuk yang lain. “Hai kelinci, kau masih ingat denganku?” kata salah satu burung pelatuk. S kelinci hanya menggelengkan kepalanya. “Aku adalah induk pelatuk yang tempo hari anakku kau selamatkan.” Katanya dengan senyum. “kau sudah pernah menolong kami, maka sekarang biarkan kami para burung pelatuk menolongmu.” Lalu burung-burung pelatuk itu pun mulai mematuk-matuk pohon-pohon yang ada di hutan itu.

Satu demi satu pohon-pohon itu berjatuhan. “Nah, kelinci, pohon-pohon ini sudah kami tumbangkan. Sekarang, kita harus mengangkatnya ke rawa itu, agar si kelinci bisa melewatinya.” Kata induk pelatuk. “lalu, bagaimana caranya agar pohon-pohon ini bisa kita pindahkan ibu? Bukankah kita terlalu kecil untuk mengangkat pohon-pohon ini?” tanya si anak pelatuk. “Wah, kau benar anakku. Bagaimana kita bisa memindahkannya ya?” para kawanan pelatuk sangat kebingungan. Mereka mencari cara yang tepat agar bisa memindahkan pohon-pohon itu ke rawa.

“Hai, ada apa ini? Kenapa kalian berkumpul semua disini?” kata si gajah yang tiba-tiba datang dari arah selatan. “Wah, kebetulan sekali gajah. Temanku ini membutuhkan bantuan untuk mengangkat pohon-pohon ini ke rawa-rawaa itu.” kata anak pelatuk pada gajah. Sambil menoleh ke arah si kelinci, gajah itu berkata, “Hai, bukankah kau adalah kelinci baik hati yang menolongku tempo hari?” sambil tersenyum, si kelinci menjawab, “Benar,” lalu si gajah menambahkan, “O, kalau begitu kau tak usah risau, aku pasti dengan senang hati akan membantumu, kelinci yang baik.” Lalu dengan wajah berseri-seri, si kelinci berucap, “terima kasih gajah,” lalu gajah pun mulai memindahkan pohon-pohon ke rawa-rawa.

* * * * *

“Nah, sekarang kau sudah bisa menyebrang rawa ini. Pohon-pohon ini sudah aku bereskan. Selamat berjuang ya, salam juga ke ibumu.” Kata si gajah. “terima kasih banyak ya gajah, akan aku sampaikan salammu pada ibuku.” Lalu si kelinci pun menyeberangi rawa, melambaikan tangan kepada para kawanan pelatuk dan gajah.

Dengan riang si kelinci berlari menyeberangi rawa. Ia sangat gembira akan bertemu dengan ibunya yang sudah sangat lama ia cari.

Dilihatnya di sekeliling hutan itu. matanya mencari-cari sosok ibunya yang dilihatnya di seberang tadi. Dan tak lama kemudian matanya menangkap sesosok kelinci putih yang sedang terbaring lemah di atas sebuah kayu lapuk.

Dan benar saja, itu ternyata adalah sosok ibunya yang sedang terbaring lemah tak berdaya. Ia langsung berlari menghampiri ibunya. “IBUUUU……!!!” Dan ibunya pun menoleh ke arahnya dengan lemah. Si kelinci menangis terisak-isak memeluk ibunya.

“ibu, aku sudah lama sekali mencarimu. Aku sangat khawatir padamu. Aku takut ibu… hu…hu…hu…” isak si anak kelinci. “Sudahlah nak, ibu juga sangat cemas padamu. Sekarang yang penting kita sudah bertemu kembali.” Kata sang ibu menghibur anaknya. “baiklah ibu, ayo sekarang kita pulang.” Kata si anak kelinci.

“tunggu anakku. Ibu sekarang masih sangat lemah.” Kata sang ibu. “ibu kenapa? Ibu sakit? Ibu sangat pucat.” Kata si kelinci dengan cemas. “kalau begitu, ibu harus sembuh dahulu. Tak mungkin kita akan melanjutkan perjalanan kalau ibu sakit. Aku akan mencari bantuan. Ibu tunggu di sini ya!” kata si kelinci seraya meninggalkan ibunya.

“Ya Tuhan, bagaimana caranya aku bisa tahu ibu sedang sakit apa? Aku tak mengerti masalah obat-obatan…” si kelinci sangat gugup. Tiba-tiba dari arah selatan, terdengar suara kancil yang pernah di tolong oleh si kelinci.

“ibumu membutuhkan bayam.” Kata si kancil tiba-tiba. “apa benar?” tanya si kelinci terkejut. “Ya. Dan kau jangan meremehkanku ya. Aku tahu lo masalah obat-obatan. Aku menjadi tabib di kalangan kancil. ” kata si kancil. “Wah, kau memang kancil yang cerdik. Lalu, dimana aku harus mencari bayam itu? sekarang kan bukan musim bayam.” Kata si kelinci sedih.

“Kau coba tanyakan pada pak kambing. Sepertinya dia kemarin punya bayam. Mungkin dia mau membantumu.” Kata si kancil. “Kau benar cil, aku pasti akan membantumu. Kau dulu pernah menolongku kan, sekarang, kau bawa bayam ini untuk ibumu.” Kata pak kambing secara tiba-tiba. Dia membawa seikat bayam yang masih segar.

“terima kasih semuanya. Aku sangat senang. Aku akan bercerita pada ibuku. Selamat tinggal, doakan ibuku sembuh ya…” kata si kelinci dengan wajah berbinar-binar. “tentu kami akan berdoa untuk ibumu!” kata si kancil dan pak kambing bersamaan. Lalu si kelinci pun berlari menuju tempat ibunya berbaring.

“Ibu, ini aku sudah membawa bayam untuk ibu. Ibu harus segera memakannya, agar ibu cepat sembuh dan kita bisa segera pulang.” Lalu sang induk segera memakan bayam itu. setelah beberapa hari kemudian, sang induk pun sembuh dari penyakitnya.

Akhirnya, si kelinci dan induknya kembali pulang kerumahnya. Mereka pun kemudian hidup bahagia kembali.

—SELESAI—

Read Full Post »